Pada Materi Studi Klinis 2 mengangkat materi dengan tema “Penanggulangan dan Pemberantasan Terorisme di Jawa Tengah” yang disampaikan oleh Kompol Abdillah, S.H selaku Kanit Kamneg Ditreskrimun Polda Jawa Tengah.
Terorisme merupakan bentuk bentuk aksi kejahatan yang menggunakan cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang ditujukan pada sasaran sipil baik masyarakat maupun harta benda kekayaannya untuk tujuan politik dengan motivasi yang berbeda beda sehingga hal inilah yang mendasari penempatan Terorisme sebagai kejahatan yang tergolong istimewa yaitu kejahatan luar biasa. Dalam perspektif hukum pidana Internasional, kejahatan terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime against humanity) dan tergolong ke dalam kejahatan luar biasa (Extraordinary crimes).
Terorisme secara juridis masuk ke dalam kejahatan luar biasa (Extraordinary crimes) karena bersifat khusus dan memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan kejahatan biasa lainnya yang dapat terlihat dari beberapa indikator berikut; 1) membahayakan nilai nilai hak asasi manusia yang absolut (nyawa, bebas rasa takut dan sebagainya, 2) serangan terorisme yang bersifat “random, indiscriminate and non-selective” yang ditujukan pada orang orang yang tidak bersalah, 3) selalu mengandung unsur unsur kekerasan, ancaman kekerasan, koersif dan intimidasi pada penduduk sipil dan menimbulkan rasa takut yang bersifat luas, 4) kemungkinan keterkaitannya dengan kejahatan terorganisir bahkan transnasional terorganisir, 5) menggunakan teknologi canggih seperti senjata kimia, biology dan nuklir. (Romli Atmasasmita :2003) pendapat ini juga didukung oleh Indriyanto Seno Adjie yang menyatakan terorisme sudah menjadi bagian dari Extraordinary Crimes yang berarti suatu kejahatan kekerasan yang berdimensi khusus atau berbeda dengan kejahatan kekerasan lainnya karena mengorbankan manusia / orang orang yang tidak berdosa.
Dalam perkembanganya pada tahun 2020 Global Terrorism index mengeluarkan hasil survei yang menjelaskan bahwa Indonesia pada peringkat 37 atau naik peringkat dari tahun sebelumnya, posisi ini menjelaskan bahwa Indonesia berada pada kategori medium negara yang terdampak terorisme (Alfons, 2021) sehingga diperlukan satu langkah kongkrit guna dan meminimalisir dan memberantas perkembangan terorisme
Pemberantasan tindak pidana terorisme secara filosofis mengandung tujuh unsur yaitu: 1) terorisme merupakan musuh umat manusia (Hostes Humanis Generis), 2) terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against Humanity), 3) Terorisme merupakan kejahatan terhadap peradaban umat manusia (Crime Against civilization). 4) Terorisme merupakan kejahatan lintas batas (International and Transnational Organized Crimes), 5) Perlindungan masyarakat bangsa dan negara merupakan tujuan, 6) Pembatasan hak asasi tersangka atau terdakwa merupakan pengecualian, 7) Upaya pre-emtif dan preventif lebih diutamakan daripada represif (Romli Atmasasmita :2003) sehingga diperlukan penaganan yang komprehensif dan sistemetis dalam upaya pemberantasan kejahatan Terorisme,
Hal ini tentu menjadi sesuatu yang sangat menarik bagi mahasiswa Fakultas Hukum untuk mendapatkan pengetahuan mengenai langkah dan strategi Kepolisian Daerah Jawa Tengah dalam usaha pemberantasan Terorisme.